Thursday, February 26, 2009

Rubrik Konsultasi Hukum Tabloid TEUs - Asuhan Abu Nisa TEMA : APAKAH HUTANG PIUTANG DAPAT DITAGIH KEPADA AHLI - WARIS




Pertanyaan : Yth Mas Abu Nisa, saya pernah meminjamkan uang kepada tetangga saya (bernama Pak Yogi) sebesar Rp. 9 juta untuk lama waktu pinjaman 5 bulan yang dibuat dengan surat perjanjian tertulis, kemudian sebelum waktu pinjaman selesai, tetangga saya tersebut meninggal dunia. Kemudian saya coba menagih kepada isterinya dan juga orang tuanya Pak Yogi namun mereka menolak karena mereka merasa tidak tahu menahu dan menganggap yang membuat dan menandatanganinya adalah suaminya (Pak Yogi). Apakah secara hukum saya dapat menagih hutang saya kepada ahli warisnya?
Bapak Ronald SI – Depok

Jawaban :
Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, pinjam meminjam uang termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata dan diatur dalam pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt) yang menyebutkan bahwa “Pinjam meminjam adalah persetujuan bahwa pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena dipakai, dengan syarat bahwa pihak yang lain ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

Dari bunyi pasal tersebut diatas jelaslah bahwa telah terjadi utang piutang antara Pak Ronald kepada alm. Pak Yogi dimana Pak Ronald mempunyai tagihan kepada alm. Pak Yogi dan alm. Pak Yogi wajib untuk melunasinya. Apabila alm. Pak Yogi meninggal dunia sebelum masa pinjaman selesai maka para ahli warisnya wajib menggantikan kedudukannya (asa terdapat bukti-bukti). Ketentuan ini telah diatur dalam salah satu azas hukum waris yang berbunyi bahwa “Apabila seseorang meninggal dunia maka seketika itu pula hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Berdasarkan azas ini maka Isteri Pak Yogi dan orang tua Pak Yogi wajib menggantikan kedudukan suaminya (alm. Pak Yogi) untuk melunasi utangnya kepada Pak Ronald (sesuai azas hukum waris).

Secara hukum, selama surat perjanjian itu memang benar dapat membuktikan adanya perjanjian utang piutang/pinjam meminjam antara Pak Ronald dengan alm. Pak Yogi maka Isteri Pak Yogi selaku ahli warisnya wajib dan bertanggung jawab membayarkan utang suaminya tersebut walaupun isteri alm. Pak Yogi menyatakan tidak tahu menahu tentang utang yang dibuat oleh suaminya tersebut. Masalah isteri Pak Yogi yang tidak tahu menahu mengenai utang yang dibuat oleh alm. suaminya bukanlah suatu alasan yang dapat dikemukakan untuk tidak membayar atau mengemplang utang tersebut.

Apabila isteri alm. Pak Yogi menganggap bahwa Surat Perjanjian itu tidak dibuat dan ditandatangani langsung (dapat dikatakan dipalsukan) oleh alm. Pak Yogi maka isteri alm. Pak Yogi tersebut harus dapat membuktikannya secara hukum bahwa surat perjanjian dan tanda tangan alm suaminya tersebut adalah palsu atau tidak pernah ada (karena ada azas hukum yang menyatakan bahwa “seseorang yang mendalilkan sesuatu maka wajib membuktikan dalil yang dikemukakannya tersebut”.)
Apabila dengan upaya tersebut, isteri alm. Pak Yogi dan orang tua alm. Pak Yogi tetap bersikeras tidak mau membayar utangnya kepada Pak Ronald, maka Pak Ronald dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri tempat alm. Pak Yogi dan isetrinya tinggal atau tempat dimana perjanjian utang piutang tersebut dibuat.

Saran saya : sebaiknya lain kali apabila membuat perjanjian utang piutang/pinjam meminjam sebaiknya pasangan hidup (suami atau isterinya) ikut menandatangani perjanjian tersebut seperti contohnya Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank dan sebaiknya ada agunan yang diberikan yang ditulis dalam perjanjian utang-piutang/pinjam meminjam tersebut untuk mencegah kejadian seperti tersebut terulang kembali.

Demikian jawaban dari saya, semoga Bapak Ronald dapat sedikit memahami penjelasan saya. Salam TEU’S.

Abu Nisa / Hendri Frendra

No comments:

Post a Comment